SELAMAT DATANG DI BLOGNYA KANG AMRULLAH www.kangamrullah.blogspot.com

forum hikmah syare,at

Duduk Istirehat
Ya...di pelajari dan di pahami agar tidak tertipu dengan alam atau Maqam....

Alam Nusud atau. Dikatakan juga sebagai Alam Nafsu kerana dipenuhi dengan berbagai sifat-sifat yang merujuk kepada pengaruh nafsu yang rendah.

Bagi orang Alim yang berada dalam Alam Mulki tentu sahajalah, pengaruh-pengaruh keduniaan, pengaruh nafsu syahwat dan pengaruh basyariah akan menjadi syaitan bagi mereka di mana cinta keduniaan akan merusak keikhlasan mereka, kecenderungan untuk bermegah-megah dengan Ilmu atau amal ibadat yang ada akan memadamkan cahaya ilmunya dan keterbiasaan memenuhi keperluan basyariah akan melemahkan kekuatan jiwanya. Oleh itu, perjuangan orang-orang Alim itu ialah untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh dan gangguan tersebut dengan mengamalkan keyakinan ilmu yang dimilikinya. Dengan itu fahamlah kita apa yang dimaksudkan dengan • Alam Nasud adalah syaitan bagi orang Alim

“Nabi saw duduk tegak (ia itu duduk atas telapak kiri nya dengan tegak sehingga setiap ruas tulang punggung nya mampan). (HR Bukhari dan Abu Dawud)
Dikalangan ahli fiqh duduk seperti ini dinamakan duduk istirehat. Begitu lah di nyatakan oleh Imam Shafii. Imam Ahmad pun berkata demikian. Ibnu Hani dalam kitab Masail nya berkata “Saya melihat Abu Abdullah (Imam Ahmad) adakala nya tertumpu pada kedua tangan nya bila hendak berdiri dan adakala nya beliau duduk terlebih dahulu dengan tegak kemudian bangkit berdiri.”

Sabit dalam sahih Bukhari daripada hadis Malik bin Huwairith, bahawa beliau melihat Nabi SAW bersolat, apabila pada rakaat ganjil (pertama dan ketiga), baginda tidak bangun sehinggalah duduk tetap. Sahih Bukhari (no: 789).

Berdasakan hadis ini, mazhab Syafie mengatakan duduk istirahat sebelum bangun adalah sunnah. Manakala jumhur ulama mengatakan tidak sunnah kerana duduk istirahat tidak disebut dalam mana-mana hadis lain tentang sifat solat Nabi SAW.

Mazhab Syafie dikuatkan dengan:
-kaedah: Asal bagi perbuatan Nabi SAW adalah sebagai satu tasyrie' (pensyariatan) dan ia diikuti oleh umatnya, melainkan ada dalil yang mengatakan ia disebabkan illah lain.

-Malik bin Huwairith yang meriwayatkan hadis duduk istirahat, dia lah juga yang meriwayatkan hadis "Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang".
Ucapan hadis ini diucapkan oleh Nabi ketika Malik bin Huwairith datang ke Madinah dan bersama Nabi selama lebih kurang 20 hari 20 malam. Dan pada ketika itulah Malik melihat Nabi solat dengan duduk istirahat, dan pada ketika sama itulah Malik mendengar Nabi bersabda: "Sembahyanglah sebagaimana kamu melihat aku sembahyang".

Dan takbir di baca mulai bangun dari sujud itu sampai berdiri...itu masa bertakbir...jadi boleh juga ketika bangaun terus duduk istirahat disana mulai membaca takbir....dan dalam hal ini tidak dipermasalahkan.

wallahu`alam.by kang amrulah

PAHAM AJRAN WAHABYYYY
al Imam al Hafizh Ibn al Jawzi Membongkar Kesesatan Aqidah Tasybih ((( Mewaspadai Ajaran Wahabi )))
Kitab ini berjudul "Talbis Iblis", [ artinya Membongkar Tipu Daya Iblis ], karya al Imam al Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi (w 579 H), salah seorang ulama terkemuka (--bahkan rujukan--) dalam madzhab Hanbali....
Oleh: AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT
BY KANG AMRULLAH


WAHABI MENGHINA DZIKIR IMAM SYAFI,I
Sampai bila kita nak biarkan org2 mcm ni sebarkan fahaman mereka ??
WAHABI KURANG AJAR MOHD RIZAL AZIZAN HINA ZIKIR IMAM SYAFIE.
www.youtube.com
Dengarlah sendiri bagaimana tokoh Wahabi bernama Mohd Rizal Azizan (tak layak digelar Ustaz) begitu BIADAP menghukum Syirik,Khurafat terhadap amalan Salafuso.
YouTube - Broadcast Yourself.
www.youtube.com
Share your videos with friends, family, and the world
YouTube - Broadcast Yourself.
www.youtube.com
Share your videos with friends, family, and the world
by kang amrullah


WAHABY BERGABUNG DGN AMERICA AS
Nak kenal Wahabi, jgn hanya pada soal khilafiah tapi kena baca dan lihat sejarah...
Dr Susyi : Koleksi Fitnah WAHABI / Kerjasama Amerika WAHABI
www.youtube.com
Membongkar fitnah WAHABI untuk melagakan umat isla
YouTube - Broadcast Yourself.
www.youtube.com
Share your videos with friends, family, and the world
BY KANG AMRULLAH


PARA HABIB KHILAP BID,AH
" PARA HABIB NU YG PENUH BAROKAH MESUM DAN BID'AH "


https://www.facebook.com/media/set/?set=a.373664232646872.97664.100000098962814&type=3
Habaib ^_^
Dengan kehadiran dan dakwah mereka Insya Allah Indonesia selalu aman,. aamiin_
Oleh: Qiromim Baroro
Foto: 38
BY KANG AMRULLAH


APA BENER VIDIO INI YG DI KATAKANYA
assalamualaikum...mohon pnjelasan utk video ni..btol kew apa yg dikata??
http://www.youtube.com/watch?v=nDL4lTOjHQ4
Ust. Abdul Hakim Abdat - Jama'ah Tabligh Firqah Sesat Terbesar Di Dunia
www.youtube.com
Kata Syaikh 'Abdul 'Aziz B. Bazz rahimahullah, "Jama'ah Tabligh tidak memiliki ilmu yg mendalam dlm pelbagai permasalahan 'aqidah. Maka TIDAK DiBOLEHKAN kelu...
BY KANG AMRULLAH


BAGI YG SERING MENGKRITIK KALIMAT KULLU DALAM BID,AH
BUAT YANG SERING MENGARTIKAN KATA KULLU = SEMUA/SELURUH BID'AH ADALAH SESAT SILAHKAN KULIYAH NYANTREN DSB UNTUK BELAJAR ILMU PARA MUFASIR BERIKUT, KARNA SERING MENGGUNAKAN DALIL ATAU HADITS SECARA MENTAH MENTAH MAKA AKAN SALAH SENDIRI. INILAH ILMU YANG PERLU DI PELAJARI:
1. Ilmu Lughat (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata Al-Qur’an. Mujahid rah.a. berkata, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidaklah cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jika hanya mengetahui satu atau dua arti tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda.


2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja I’rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang I’rab hanya didapat dalam ilmu nahwu.


3. Ilmu Sharaf (perubahan bentuk kata), mengetahui ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya. Ibnu Faris berkata, “Jika seseorang tidak mendapatkan ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak sekali.” Dalam Uubatut Tafsir, Syaikh Zamakhsyari rah.a. menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
“(ingatlah) pada suatu hari (yang dihari itu) kamu panggil setiap umat dengan pemimpinnya……. (Al-Isra: 71)


Karena ketidaktahuannya dalam ilmu sharaf, ia telah mengartikan ayat tersebut seperti ini : “pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka.” Ia mengira bahwa kata ‘imam’ (pemimpin) adalah bentuk mufrad (tunggal), sebagai jama’ dari kata ‘umm’ (ibu). Jika ia memahami ilmu sharaf, tidak mungkin ia akan mengartikan ‘imam’ sebagai ibu-ibu.


4. Ilmu Isytiqaq (akar kata), mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu tersebut dapat diketahui asal usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakan tangan yang basah ke atas, atau juga berasal dari kata’masahat yang berarti ukuran.


5. Ilmu Ma’ani (susunan), ilmu ini sangat penting diketahui. Dengan adanya susunan kalimat dapat diketahui dengan melihat maknanya.


6. Ilmu Bayaan, yakni ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta pemisalan kata.


7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu diatas juga disebut sebagai cabang ilmu balaghah, yang sangat penting dimiliki oleh ahli tafsir. Al-Qur’an adalah mukjizat yang agung. Dengan ilmu-ilmu diatas, kemukjizatan Al-Qur’an dapat diketahui.


8. Ilmu Qira’at, ilmu ini sangat penting dipelajari , karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata.


9. Ilmu Aqa’id, ilmu yang sangat penting dipelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan. Kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukan bagi Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat :
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ…..
“Tangan Allah du atas tangan mereka….” (Al-Fath :10)


10. Ilmu Ushul Fiqih, mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting. Dengan ilmu ini dapat di ambil dalil serta penggalian hokum suatu ayat.


11. Ilmu Asbabun Nuzul, ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan mengetahui sebab-sebabnya, kadangkala maksud suatu ayat bergantung pada pengetahuan tentang asbabun nuzulnya.


12. Ilmu Nasikh Mansukh. Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hokum yang sudah dihapus dan hokum yang masih tetap berlaku.


13. Ilmu Fiqih, ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hokum-hukum ayng rinci akan mudah mengetahui hokum global.


14. Ilmu Hadist, ilmu untuk mengetahui hadist-haadist yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.


15. Ilmu Wahbi, ilmu khusus yang diberikan Allah kepada hambaNya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi saw “barang siapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui.
SET KE DUA TENTANG BID,AH
Kata kullu bid'ah sekarang perhati ''BID'AH'' kata bid'ah adalah kata BENDA dimana kata ini memiliki sifat,: =>baik, buruk, panjang pendek tinggi rendah dll kata KULLUN di dalam Hadits ini, tidak dapat diartikan SETIAP/SEMUA BID`AH itu sesat, karena Hadits ini juga muqayyad atau terikat dengan sabda Nabi SAW yang lain: Man sanna fil islami sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man \`amila biha. Artinya : Barangsiapa memulai/menciptakan perbuatan baik di dalam Islam, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya. Jadi snagat jelas sekali para ulama menafsirkan hadits itu.


Poin 2 kata ''SESAT'' kata sesat adalah kata sifat yang mana kata ini sifatnya buruk jadi nilai/perluasan sesat= dineraka (semua yang sesat dineraka jika kita balikan maka maknanya akan cocok semua dineraka sesat.
Bersambung nan


SET KE TIGA TENTANG BID,AH
Mari qta fahami alasan tsb pd pmbahasan slanjut'ny ini dmna qta akan mninjau dr aspek ilmu nahwu.


كل بدعة ضلالة
Kalimat BID'AH (بدعة) di sini adalah bntuk ISIM (nama) bukan FI'IL (kata krja).
Dlm ilmu nahwu menurut kategorinya Isim trbagi 2 yakni Isim Ma'rifat (trtentu) dan Isim Nakiroh (umum). Tp ga Ane jelasin kduanya scara rinci krn nanti kpanjangan (keterangan lbh lanjut, hubungi kyai/ustadz trdekat. hehehe).


Nah.. kata BID'AH ini BUKANLAH
1. Isim dhomir
2. Isim alam
3. Isim isyaroh
4. Isim maushul
5. Ber alif lam
yg merupakan BAGIAN dr isim ma'rifat. Jd kalimat bid'ah dsini adalah nakiroh.
Dan KULLU dsana berarti tdk bridhofah (brsandar) kpd salah satu dr yg 5 diatas.
Seandainya KULLU beridhofah kpd salah 1 yg 5 diatas, mk ia akan mnjadi ma'rifat.
Tp pd kalimat 'KULLU BID'AH', ia bridhofah kpd nakiroh. Lalu apakah SAH di atas itu dkatakan MUBTADA (awal kalimat)? Pdhl dlm Alfiah (slh 1 kitab rujukan ilmu nahwu), dikatakan
لا يجوز مبتدأ باالنكراة
(TIDAK BOLEH mubtada itu dgn isim nakiroh) KECUALI ada bbrapa syarat, diantara'ny adalah dgn SIFAT.
Toh.. andaipun mau dipaksakan untuk menSAHkan mubtada dgn ma'rifat agar TIDAK bersifat UMUM pd 'kullu bid'atin' di atas, mk ada SIFAT yg dibuang. Dan pilihan'ny cm 2, BID'AH HASANAH atw BID'AH SAYYI'AH.
Jk qta taqdir (perkirakan) KEDUA-DUANYA, mk ini MUSTAHIL krn tdk mgkn hal yg baik BERSATU dgn hal yg buruk dlm 1 tempat.
Jk yg ditaqdir adlh BID'AH HASANAH (baik), mk kalimat akan mnjadi rancu, krn kalimat slanjut'ny adlh DHOLALAH. Mana mgkn kebaikan itu menyesatkan?
Mk yg pas untuk taqdirnya adlh SAYYIAH (buruk).
Takdirnya 'kullu bid'atin sayyiatin dholalah' (Setiap bid'ah yg buruk itu adalah sesat).
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Slh 1 Ulama yg mmbagi bid'ah adlh Imam Syafi'i.
So.. jk ada org yg MEMVONIS bid'ah = keburukan, dlm artian semua bid'ah itu sesat, apakah org tsb merasa
lebih pintar dr Imam Syafi'i yg merupakan Imam Mazhab yg kedudukannya mncapai Mujtahid Muthlaq???


Wallohu A'lam..
BY KANG AMRULLAH


WAHABI YG ASLI TULEN SESAT DAN MEYESATKAN
Wahhabi Yang Asli Tulen, Sesat Menyesatkan


INILAH WAHHABI SESUNGGUHNYA…!!


Wajib diketahui oleh setiap kaum Musimin dimanapun mereka berada bahwasanya firqoh Wahabi adalah Firqoh yang sesat, yang ajarannya sangat berbahaya bahkan wajib untuk dihancurkan. Tentu hal ini membuat kita bertanya-tanya, mungkin bagi mereka yang PRO akan merasa marah dan sangat tidak setuju, dan yang KONTRA mungkin akan tertawa sepuas-puasnya.. Maka siapakah sebenarnya Wahabi ini??


Bagaimanakah sejarah penamaan mereka??
Marilah kita simak dialog Ilmiah yang sangat menarik antara Syaikh Muhammad bin Sa’ad Asy Syuwai’ir dengan para masyaikh/dosen-dosen disuatu Universitas Islam di Maroko


Salah seorang Dosen itu berkata: “Sungguh hati kami sangat mencintai Kerajaan Saudi Arabia, demikian pula dengan jiwa-jiwa dan hati-hati kaum muslimin sangat condong kepadanya,dimana setiap kaum muslimin sangat ingin pergi kesana, bahkan antara kami dengan kalian sangat dekat jaraknya. Namun sayang, kalian berada diatas suatu Madzhab, yang kalau kalian tinggalkan tentu akan lebih baik, yaitu Madzhab Wahabi.”


Kemudian Asy Syaikh dengan tenangnya menjawab: “Sungguh banyak pengetahuan yang keliru yang melekat dalam pikiran manusia, yang mana pengetahuan tersebut bukan diambil dari sumber-sumber yang terpercaya, dan mungkin kalian pun mendapat khabar-khabar yang tidak tepat dalam hal ini.


Baiklah, agar pemahaman kita bersatu, maka saya minta kepada kalian dalam diskusi ini agar mengeluarkan argumen-argumen yang diambil dari sumber-sumber yang terpercaya,dan saya rasa di Universitas ini terdapat Perpustakaan yang menyediakan kitab-kitab sejarah islam terpercaya. Dan juga hendaknya kita semaksimal mungkin untuk menjauhi sifat Fanatisme dan Emosional.”


Dosen itu berkata : “saya setuju denganmu, dan biarkanlah para Masyaikh yang ada dihadapan kita menjadi saksi dan hakim diantara kita.”


Asy Syaikh berkata : “saya terima, Setelah bertawakal kepada Allah, saya persilahkan kepada anda untuk melontarkan masalah sebagai pembuka diskusi kita ini.”


Dosen itu pun berkata :
“Baiklah kita ambil satu contoh, ada sebuah fatwa yang menyatakan bahwa firqoh wahabi adalah Firqoh yang sesat. Disebutkan dalam kitab Al-Mi’yar yang ditulis oleh Al Imam Al-Wansyarisi, beliau menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Lakhmi pernah ditanya tentang suatu negeri yang disitu orang-orang Wahabiyyun membangun sebuah masjid, “Bolehkan kita Sholat di Masiid yang dibangun olehorang-orang wahabi itu ??” maka Imam Al-Lakhmi pun menjawab: “Firqoh Wahabiyyah adalah firqoh yang sesat, yang masjidnya wajib untuk dihancurkan, karena mereka telah menyelisihi kepada jalannya kaum mu’minin, dan telah membuat bid’ah yang sesat dan wajib bagi kaum muslimin untuk mengusir mereka dari negeri-negeri kaum muslimin “.


(wajib kita ketahui bahwa Imam Al-Wansyarisi dan Imam Al-Lakhmi adalah ulama ahlusunnah)


Dosen itu berkata lagi : “Saya rasa kita sudah sepakat akan hal ini, bahwa tindakan kalian adalah salah selama ini,”


Kemudian Asy Syaikh menjawab : ”Tunggu dulu..!! kita belum sepakat, lagipula diskusi kita ini baru dimulai, dan perlu anda ketahui bahwasannya sangat banyak fatwa yang seperti ini yang dikeluarkan oleh para ulama sebelum dan sesudah Al-Lakhmi, untuk itu tolong anda sebutkan terlebih dahulu kitab yang menjadi rujukan kalian itu !”


Dosen itu berkata: ”Anda ingin saya membacakannya dari fatwanya saja, atau saya mulai dari sampulnya ??”


Asy Syaikh menjawab: ”Dari sampul luarnya saja.”


Dosen itu kemudian mengambil kitabnya dan membacakannya: ”Namanya adalah Kitab Al-Mi’yar, yang dikarang oleh Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi. Wafat pada tahun 914 H di kota Fas, di Maroko.”


Kemudian Asy Syaikh berkata kepada salah seorang penulis di sebelahnya: “Wahai syaikh, tolong catat baik- baik, bahwa Imam Al-Wansyarisi wafat pada tahun 914 H. Kemudian bisakah anda menghadirkan biografi Imam Al- Lakhmi??”
Dosen itu berkata: “Ya.”


Kemudian dia berdiri menuju salah satu rak perpustakaan, lalu dia membawakan satu juz dari salah satu kitab-kitab yang mengumpulkan biografi ulama. Didalam kitab tersebut terdapat biografi Ali bin Muhammad Al-Lakhmi, seorang Mufti Andalusia dan Afrika Utara.


Kemudian Asy Syaikh berkata : “Kapan beliau wafat?”


Yang membaca kitab menjawab: “Beliau wafat pada tahun 478 H“


Asy Syaikh berkata kepada seorang penulis tadi: “Wahai syaikh tolong dicatat tahun wafatnya Syaikh Al-Lakhmi” kemudian ditulis.


Lalu dengan tegasnya Asy Syaikh berkata : “Wahai para masyaikh….!!! Saya ingin bertanya kepada antum semua …!!! Apakah mungkin ada ulama yang memfatwakan tentang kesesatan suatu kelompok yang belum datang (lahir) ???? kecuali kalau dapat wahyu????”


Mereka semua menjawab : “Tentu tidak mungkin, Tolong perjelas lagi maksud anda !”
Asy syaikh berkata lagi : “Bukankah wahabi yang kalian anggap sesat itu adalah dakwahnya yang dibawa dan dibangun oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab????”
Mereka berkata : “Siapa lagi???”


Asy Syaikh berkata: “Coba tolong perhatikan..!!! Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H, …


Nah, ketika Al-Imam Al-Lakhmi berfatwa seperi itu, jauh RATUSAN TAHUN lamanya sebelum syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir..bahkan sampai 22 generasi ke atas dari beliau sama belum ada yang lahir..apalagi berdakwah..
KAIF ??? GIMANA INI???” (Merekapun terdiam beberapa saat..)


Kemudian mereka berkata: “Lalu sebenarnya siapa yang dimaksud Wahabi oleh Imam Al-Lakhmi tersebut ?? mohon dielaskan dengan dalil yang memuaskan, kami ingin mengetahui yang sebenarnya !”


Asy Syaikh pun menjawab dengan tenang : “Apakah anda memiliki kitab Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil, seorang kebangsaan Francis ?”
Dosen itu berkata: “Ya ini ada”


Asy Syaikh pun berkata : “Coba tolong buka di huruf “wau” .. maka dibukalah huruf tersebut dan munculah sebuah judul yang tertulis “Wahabiyyah“


Kemudian Asy Syaikh menyuruh kepada Dosen itu untuk membacakan tentang biografi firqoh wahabiyyah itu.


Dosen itu pun membacakannya: ”Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah.


Setelah Dosen itu membacakan kitabnya Asy Syaikh berkata : “Inilah Wahabi yang dimaksud oleh imam Al-Lakhmi, inilah wahabi yang telah memecah belah kaum muslimin dan merekalah yang difatwakan oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara sebagaimana yang telah kalian dapati sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki. Adapun Dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud-Rahimuhumallah-, maka dia bertentangan dengan amalan dakwah Khowarij, karena dakwah beliau ini tegak diatas kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dan beliau menjauhkan semua yang bertentangan dengan keduanya, mereka mendakwahkah tauhid, melarang berbuat syirik, mengajak umat kepada Sunnah dan menjauhinya kepada bid ’ah, dan ini merupakan Manhaj Dakwahnya para Nabi dan Rasul.


Syubhat yang tersebar dinegeri-negeri Islam ini dipropagandakan oleh musuh- musuh islam dan kaum muslimin dari kalangan penjajah dan selain mereka agar terjadi perpecahan dalam barisan kaum muslimin.


Sesungguhnya telah diketahui bahwa dulu para penjajah menguasai kebanyakan negeri-negeri islam pada waktu itu,dan saat itu adalah puncak dari kekuatan mereka. Dan mereka tahu betul kenyataan pada perang salib bahwa musuh utama mereka adalah kaum muslimin yang bebas dari noda yang pada waktu itu menamakan dirinya dengan Salafiyyah. Belakangan mereka mendapatkan sebuah pakaian siap pakai, maka mereka langsung menggunakan pakaian dakwah ini untuk membuat manusia lari darinya dan memecah belah diantara kaum muslimin, karena yang menjadi moto mereka adalah “PECAH BELAHLAH MEREKA, NISCAYA KAMU AKAN MEMIMPIN MEREKA ”


Sholahuddin Al-Ayubi tidaklah mengusir mereka keluar dari negeri Syam secara sempurna kecuali setelah berakhirnya daulah Fathimiyyah Al-Ubaidiyyin di Mesir, kemudian
beliau (Sholahuddin mendatangkan para ulama ahlusunnah dari Syam lalu mengutus mereka ke negeri Mesir, sehingga berubahlah negeri mesir dari aqidah Syiah Bathiniyyah menuju kepada Aqidah Ahlusunnah yang terang dalam hal dalil, amalan dan keyakinan.


(silahkan lihat kitab Al Kamil Oleh Ibnu Atsir)
BY KANG AMRULLAH


SHOLAT TRAWIH MENURUT PAHAM WAHABY


sholat sunnat taraweh
Taraweh berasal dari kata تَرَاوِيْحٌ yang merupakan bentuk jamak dari kata تَرْوِيْحَةٌ ,artinya merehatkan atau menyenangkan. Maksudnya praktik ibadah yang dilakukan dengan khusyuk akan menjadi satu kenikmatan.
Imam Bukhari menyebut pembahasan tentang bab ini dengan nama :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ كِتَاب صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ
Imam Muslim menyebut pembahasan tentang bab ini dengan nama :
بَاب التَّرْغِيبِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ وَهُوَ التَّرَاوِيحُ
Jadi sudah jelas قِيَامِ رَمَضَانَ itu adalah التَّرَاوِيحُ
و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw menyukai qiyamu ramadhan tanpa memerintahkan (salat) waktu itu. Dengan tegas beliau bersabda, siapa yang melaksanakan qiyamu ramadhan (sholat tarawih) karena iman dan ihtisab (mengharap ridho Allah) diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Muslim)
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, siapa yang melaksanakan qiyamu ramadhan (sholat tarawih) karena iman dan ihtisab (mengharap ridho Allah) diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari)
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ شُرَيْحِ بْنِ عُبَيْدٍ الْحَضْرَمِيِّ يَرُدُّهُ إِلَى أَبِي ذَرٍّ أَنَّهُ قَالَ لَمَّا كَانَ الْعَشْرُ الْأَوَاخِرُ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَعِشْرِينَ قَالَ إِنَّا قَائِمُونَ اللَّيْلَةَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَقُومَ فَلْيَقُمْ وَهِيَ لَيْلَةُ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ فَصَلَّاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَاعَةً بَعْدَ الْعَتَمَةِ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Dari Abuzar, ia berkata, " Tatkala sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah saw itikaf di mesjid, ketika sholat ashar pada hari ke-22, ia bersabda, "Isya Allah kita akan berjamaah malam ini. Siapakah yang akan sholat di antara kamu pada malam itu silahkan ia sholat, yakni malam ke-23, kemudian nabi saw sholat malam itu dengan berjamaah setelah sholat isya sampai lewat sepertiga malam.
فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ لَمْ يُصَلِّ شَيْئًا وَلَمْ يَقُمْ فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ قَامَ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ يَوْمَ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ إِنَّا قَائِمُونَ اللَّيْلَةَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَعْنِي لَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَقُمْ فَصَلَّى بِالنَّاسِ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Kemudian beliau pulang. Pada malam ke-24 ia tidak berkata apapun dan tidak mengimami pada malam ke-25 beliau berdiri setelah sholat asar, yaitu pada hari ke-24, kemudian bersabda, " Kita akan berjamaah malam ini Insya Allah yakni pada malam ke-25, siapapun yang mau ikut berjamaah silahkan kemudian beliau mengimami orang-orang sampai lewat sepertiga malam. Kemudian ia pulang.
فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ سِتٍّ وَعِشْرِينَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا وَلَمْ يَقُمْ فَلَمَّا كَانَ عِنْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ سِتٍّ وَعِشْرِينَ قَامَ فَقَالَ إِنَّا قَائِمُونَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَعْنِي لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَقُومَ فَلْيَقُمْ قَالَ أَبُو ذَرٍّ فَتَجَلَّدْنَا لِلْقِيَامِ فَصَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى قُبَّتِهِ فِي الْمَسْجِدِ
Tatkala malam ke-26 ia tidak berkata apapun dan tidak mengimami kami, tatkala malam ke-27, beliau berdiri setelah sholat asar pada hari ke-26, kemudian beliau berdiri dan bersabda, Isya Allah kita akan berjamaah malam ini yakni pada malam ke-27, siapa yang akan ikut berjamaah silakan. Abu Zar berkata, "Maka kami berusaha keras untuk ikut berjamaah itu", lalu nabi saw megimami kami sampai lewat dua pertiga malam. Kemudian beliau pergi menuju kubahnya di mesjid (karena lagi itikaf).
فَقُلْتُ لَهُ إِنْ كُنَّا لَقَدْ طَمِعْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْ تَقُومَ بِنَا حَتَّى تُصْبِحَ فَقَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ إِذَا صَلَّيْتَ مَعَ إِمَامِكَ وَانْصَرَفْتَ إِذَا انْصَرَفَ كُتِبَ لَكَ قُنُوتُ لَيْلَتِكَ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ
Saya berkata padanya, " Bagaimana jika kami sangat menginginkan engkau mengimami kami sampai subuh?" Beliau bersabda, wahai Abu Zar jika engkau sholat beserta imammu dan engkau selesai (salat) ketika imam itu selesai, telah ditetapkan (pahala) untukmu karena panjangnya salatmu pada malamku. (HR Ahmad)
Jumlah Rakaat Sholat Tarawih
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Aisyah berkata, (sholat malam) Rasulullah saw tidak pernah lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, beliau sholat empat rakaat , jangan engkau bertanya tentang baik dan lamanya. Kemudian sholat empat rakaat, jangan engkau bertanya tentang baik dan lamanya, kemudian beliau sholat tiga rakaat. Kemudian Aisyah berkata, Ya Rasulullah apakah kamu tidur setelah melakukan witir? Rasulullah saw bersabda, ya Aisyah mataku tidur tapi tidak dengan hatiku. (HR Muslim)
1761 - حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِى حَدَّثَنَا حَنْظَلَةُ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنَ اللَّيْلِ عَشَرَ رَكَعَاتٍ وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ وَيَرْكَعُ رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَتِلْكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
Dari Aisyah dia berkata, “Adalah sholat Rasulullah saw di malam hari 13 rakaat. Beliau witir dengan satu rakaat dan mengerjakan dua rakaat sunnat sebelum subuh, semuanya itu adalah tiga belas rakaat”. صحيح مسلم - ج 2 / ص 167
Jumlah sholat yang senantiasa dilakukan oleh Nabi saw sehari semalam adalah 40 rakaat termasuk rakaat-rakaat sholat-sholat fardhu.
Ibnu Qoyyim berkata di dalam Zadul Ma'ad :
جَاءَ مَجْمُوعُ وِرْدِهِ الرّاتِبِ بِاللّيْلِ وَالنّهَارِ أَرْبَعِينَ رَكْعَةً كَانَ يُحَافِظُ عَلَيْهَا دَائِمًا سَبْعَةَ عَشَرَ فَرْضًا وَعَشْرُ رَكَعَاتٍ أَوْ ثِنْتَا عَشْرَةَ سُنّةً رَاتِبَةً وَإِحْدَى عَشْرَةَ أَوْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً قِيَامُهُ بِاللّيْلِ وَالْمَجْمُوعُ أَرْبَعُونَ رَكْعَةً
Maka jumlah rakaat sholat beliau saw sehari semalam adalah 40 rakaat dan beliau menjaganya secara kontinyu. 17 rakaat diantaranya adalah sholat fardhu, 10 atau 12 rakaat sholat sunnat rawatib, 11 atau 13 rakaat sholat malam, maka jumlah keseluruhannya adalah 40 rakaat. زاد المعاد - ج 1 / ص 311
17 rakaat fardhu + 13 rakaat sholat malam + 10 rakaat sholat rawatib = 40 rakaat, Atau 17 rakaat fardhu + 11 rakaat sholat malam + 12 rakaat sholat rawatib = 40 rakaat
Keterangan : 17 rakaat sholat fardhu, 13 rakaat sholat malam (11 rakaat sholat malam+2 sholat sebelum shubuh), 10 rakaat sholat rawatib (4 sebelum zhuhur + 2 setelah zhuhur + 2 setelah maghrib + 2 setelah Isyah), 12 rakaat sholat rawatib (2 rakaat sebelum shubuh + 2 rakaat sebelum zhuhur + 2 rakaat setelah zhuhur + 2 rakaat setelah maghrib + 2 rakaat setelah isya)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Dari Aisyah rh ia berkata, pada suatu malam Rasulullah keluar persis di tengah malam, lalu beliau sholat di mesjid dan orang-orang pun ikut sholat pula seperti sholatnya. Di pagi harinya orang-orang membicarakannya, maka berkumpullah orang-orang lebih banyak dari yang pertama, lalu mereka sholat dengan nabi saw. Dan pada keesokan harinya orang-orang pun membicarakannya, maka banyak orang-orang yang berdatangan pada malam ketiganya. Lalu Rasulullah saw keluar dan sholat, maka mereka pun ikut sholat bersama beliau. Dan pada malam yang keempat, mesjid tidak dapat memuat orang-orang, dan Rasulullah saw baru keluar untuk menunaikan sholat shubuh. Ketika sholat shubuh telah selesai, Rasulullah saw menghadap kepada orang-orang dan membaca syahadat, kemudian bersabda : " Amma Ba'du, sesungguhnya kedudukan kalian tidak samar lagi bagiku, akan tetapi aku merasa khawatir seandainya sholat sunnat itu di fardhukan atas kalian, karena itu lalu kalian tidak mampu melakukannya " lalu Rasulullah saw wafat sedangkan perkara itu masih tetap berlaku. (HR Bukhari)
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ ، أَخْبَرَنَا عِيسَى ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرَ ، فَلَمَّا كَانَتِ الْقَابِلَةُ اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ يَخْرُجَ إِلَيْنَا ، فَلَمْ نَزَلْ فِيهِ حَتَّى أَصْبَحْنَا ، ثُمَّ دَخَلْنَا ، فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ تُصَلِّيَ بِنَا ، فَقَالَ : إِنِّي خَشِيتُ أَوْ كَرِهْتُ أَنْ تُكْتَبَ عَلَيْكُمْ
Dari Jabir ra ia berkata, Rasulullah saw mengimami kami di bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat kemudian beliau sholat witir. Ketika malam berikutnya kami berkumpul di masjid disertai harapan agar beliau saw keluar menemui kami, hingga datang waktu pagi, kemudian kami masuk dan berkata, wahai Rasulullah kami telah berkumpul di masjid dan kami berharap engkau kembali untuk sholat bersama kami. Nabi saw bersabda, aku takut atau khawatir akan diwajibkan bagi kalian. مسند أبي يعلى- مشكول - ج 2 / ص 295
2625 - حَدَّثَنِى زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِى رَمَضَانَ فَجِئْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ وَجَاءَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَامَ أَيْضًا حَتَّى كُنَّا رَهْطًا فَلَمَّا حَسَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّا خَلْفَهُ جَعَلَ يَتَجَوَّزُ فِى الصَّلاَةِ ثُمَّ دَخَلَ رَحْلَهُ
Dari Anas bin Malik ia berkata, Biasanya Rasulullah saw sholat di bulan Ramadhan, maka aku datang dan berdiri di sampingnya, lalu datang orang lain dan turut sholat hingga mencapai jumlah yang cukup banyak, ketika beliau saw merasakan hal itu beliau meringkas sholatnya kemudian masuk ke tempat peristirahatan. صحيح مسلم - ج 3 / ص 134
Adapun hadits yang mengatakan bahwa nabi sholat malam sebanyak 23 rakaat haditsnya dhoif.
حدثني أبو نعيم قال حدثني أبو شيبة عن الحكم عن مقسم عن بن عباس قال ثم كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ
Dari Ibnu Abbas ia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw sholat pada bulan Ramadhan 20 rakaat dan berwitir dengan tiga rakaat.
(مسند عبد حميد , juz 1 hal 218)
أبو شيبة ,
Nama lengkapnya adalah, إبراهيم بن عثمان جد بني أبي شيبة ia adalah rawi yang tidak kuat وليس بالقوي
Imam Ibnu Hajar Al Asqolani berkomentar, ia adalah متروك الحديث (Haditsnya ditinggalkan).
Imam Ibnu Main berkomentar, ليس بثقة dia tidak dapat dipercaya.
Imam Bukhari berkomentar سَكَتُوا عَنْهُ , ia didiamkan ( jika Bukhari mendiamkan berarti rawi itu berada pada kedudukan yang rendah).
Imam Abu Daud berkata, ضعيف الحديث , haditsnya lemah.
Imam Tirmidzi berkata, منكر الحديث haditsnya munkar.
(Lihat Tarikhul Kabir, bab alif, hal 296-297)
Ibnu Hajjar Al Asqolani berkomentar.
فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 295)
وَقَدْ عَارَضَهُ حَدِيثُ عَائِشَة هَذَا الَّذِي فِي الصَّحِيحَيْنِ مَعَ كَوْنِهَا أَعْلَمَ بِحَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلًا مِنْ غَيْرِهَا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
Riwayat tersebut bertentangan dengan hadits Aisyah yang tersebut dalam kitab Shohih Bukhari dan Muslim, ditambah lagi bahwa Aisyah lebih mengetahui keadaan Nabi saw di malam hari daripada yang lainnya.
Bid'ah secara terminologis.
اَلْبِدَعَةُ : طَرِيْقَةٌ فِى الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ تُضَاهِى الشَّرْعِيَّةَ , يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِا لطَّرِيْقَةِ الشِّرْعِيَّةِ
Bid'ah adalah satu cara yang diada-adakan dalam urusan agama yang menyerupai syariat. Tujuan utamanya sama dengan tujuan melakukan syariat. (Imam Syathibi dalam Al I'tisham (I/37)
وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Abdurrahman ibnu Abdul Qori berkata, Aku keluar bersama dengan kholifah Umar Ibnul Khathab ra, di suatu malam bulan Ramadhan menuju mesjid. Tiba-tiba kami menjumpai orang-orang yang terdiri dari berbagai kelompok yang terpisah-pisah, ada seorang laki-laki sholat sendirian dan ada pula seorang laki-laki sholat diikuti beberapa orang, maka khalifah Umar berkata, " Sesungguhnya aku berpendapat, seandainya mereka dihimpun di bawah seorang imam, maka hal itu lebih baik". Kemudian ia bertekad untuk melaksanakannya, lalu ia mengumpulkan orang-orang di bawah seorang imam yaitu Ubay ibnu Ka'ab ra. Kemudian aku keluar lagi bersama khalifah di malam yang lain. Pada saat itu orang-orang sedang sholat di bawah pimpinan seorang imam yang ditentukan bagi mereka. Lalu Umar berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini, tetapi sholat yang mereka tinggal tidur dengan tujuan untuk mengerjakan di akhir malam adalah lebih baik dari pada salat yang mereka kerjakan sekarang ". Pada saat itu orang-orang mengerjakan di awal malam. (Atsar Diriwayatkan oleh Bukhari)
Perkataan umar bahwa sebaik-baik bid'ah adalah "Menunjukkan bahwa secara bahasa, tarawih yang dilakukan adalah bid'ah tetapi secara syar'i tidak dapat dikatakan bid'ah karena Rasulullah pernah mencontohkannya.
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ ، أَخْبَرَنَا عِيسَى ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرَ ،
Dari Jabir ra ia berkata, Rasulullah saw mengimami kami di bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat kemudian beliau sholat witir.
فَلَمَّا كَانَتِ الْقَابِلَةُ اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ يَخْرُجَ إِلَيْنَا ، فَلَمْ نَزَلْ فِيهِ حَتَّى أَصْبَحْنَا ، ثُمَّ دَخَلْنَا ، فَقُلْنَا :
Ketika malam berikutnya kami berkumpul di masjid disertai harapan agar beliau saw keluar menemui kami, hingga datang waktu pagi. Kemudian kami masuk dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ تُصَلِّيَ بِنَا ، فَقَالَ : إِنِّي خَشِيتُ أَوْ كَرِهْتُ أَنْ تُكْتَبَ عَلَيْكُمْ
Wahai Rasulullah kami telah berkumpul di masjid dan kami berharap engkau kembali untuk sholat bersama kami. Nabi saw bersabda, aku takut atau khawatir akan diwajibkan bagi kalian. مسند أبي يعلى- مشكول - ج 2 / ص 295
2010 - وَعَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ - رضى الله عنه - لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ ، إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ
Abdurrahman ibnu Abdul Qori berkata, Aku keluar bersama dengan Khalifah Umar Ibnul Khathab ra, di suatu malam bulan Ramadhan menuju mesjid. Tiba-tiba kami menjumpai orang-orang yang terdiri dari berbagai kelompok yang terpisah-pisah,
يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ
ada seorang laki-laki sholat sendirian dan ada pula seorang laki-laki sholat diikuti beberapa orang.
فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ . ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ ،
Maka Khalifah Umar berkata, " Sesungguhnya aku berpendapat, seandainya mereka dihimpun di bawah seorang imam, maka hal itu lebih baik". Kemudian ia bertekad untuk melaksanakannya, lalu ia mengumpulkan orang-orang di bawah seorang imam yaitu Ubay ibnu Ka'ab ra.
ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ
Kemudian aku keluar lagi bersama khalifah di malam yang lain. Pada saat itu orang-orang sedang sholat di bawah pimpinan seorang imam yang ditentukan bagi mereka. Lalu Umar berkata:
نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ . يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ .
"Sebaik-baik bid'ah adalah ini, tetapi sholat yang mereka tinggal tidur dengan tujuan untuk mengerjakan di akhir malam adalah lebih baik dari pada salat yang mereka kerjakan sekarang", pada saat itu orang-orang mengerjakan di awal malam. صحيح البخارى - (ج 7 / ص 360)
قَوْلُهُ : قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ
فِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ " نِعْمَتْ الْبِدْعَةُ " بِزِيَادَةِ تَاءٍ ، وَالْبِدْعَةُ أَصْلُهَا مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْر مِثَالٍ سَابِقٍ ، وَتُطْلَقُ فِي الشَّرْعِ فِي مُقَابِلِ السُّنَّةِ فَتَكُونُ مَذْمُومَةً ،
Bid'ah pada dasarnya adalah sesuatu yang diadakan tanpa contoh sebelumnya. Sedangkan bid'ah dalam pengertian syariat adalah sesuatu yang berlawanan dengan sunnah, sehingga menjadi tercela.
وَالتَّحْقِيقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسِنٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ وَإِنْ كَانَ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ
Kesimpulan dalam masalah ini, apabila ia termasuk perkara yang dianggap baik menurut syariat, maka dinyatakan baik, dan apabila masuk dalam perkara yang tidak baik maka dinyatakan tidak baik . فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 292)
Ahlul Bid'ah menjadikan kisah Umar ini, untuk melegalisir adanya Bid'ah Hasanah, apakah benar seperti itu?
Yang di maksud bid'ah oleh Umar, apakah Sholat Tarawehnya, apakah Berjamaahnya, apakah mengumpulkan orang dalam satu Imamnya?
Jawaban :
1. Sholat Taraweh itu dicontohkan Nabi dengan dalil sebagai berikut :


و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw menyukai qiyamu ramadhan tanpa memerintahkan (salat) waktu itu dengan tegas. Beliau bersabda, siapa yang melaksanakan qiyamu ramadhan (sholat tarawih) karena iman dan ihtisab (mengharap ridho Allah) diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Muslim)
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, siapa yang melaksanakan qiyamu Ramadhan (sholat tarawih) karena iman dan ihtisab (mengharap ridho Allah) diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari)
2. Berjamaahnya taraweh juga dicontohkan oleh Nabi saw.
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ شُرَيْحِ بْنِ عُبَيْدٍ الْحَضْرَمِيِّ يَرُدُّهُ إِلَى أَبِي ذَرٍّ أَنَّهُ قَالَ لَمَّا كَانَ الْعَشْرُ الْأَوَاخِرُ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَعِشْرِينَ قَالَ إِنَّا قَائِمُونَ اللَّيْلَةَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَقُومَ فَلْيَقُمْ وَهِيَ لَيْلَةُ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ فَصَلَّاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَاعَةً بَعْدَ الْعَتَمَةِ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Dari Abuzar, ia berkata, "Tatkala sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah saw itikaf di mesjid. Ketika sholat ashar pada hari ke-22, ia bersabda, "Isya Allah kita akan berjamaah malam ini, siapakah yang akan sholat diantara kamu pada malam itu silahkan ia sholat, yakni malam ke-23. Kemudian nabi saw sholat malam itu dengan berjamaah setelah sholat isya sampai lewat sepertiga malam.
فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ لَمْ يُصَلِّ شَيْئًا وَلَمْ يَقُمْ فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ قَامَ بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ يَوْمَ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ إِنَّا قَائِمُونَ اللَّيْلَةَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَعْنِي لَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَقُمْ فَصَلَّى بِالنَّاسِ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Kemudian beliau pulang. Pada malam ke-24 ia tidak berkata apapun dan tidak mengimami. Pada malam ke-25 beliau berdiri setelah sholat ashar, yaitu pada hari ke-24, kemudian beliau bersabda, "Kita akan berjamaah malam ini Insya Allah yakni pada malam ke-25, siapapun yang mau ikut berjamaah silahkan kemudian beliau mengimami orang-orang sampai lewat sepertiga malam. Kemudian ia pulang,
فَلَمَّا كَانَ لَيْلَةُ سِتٍّ وَعِشْرِينَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا وَلَمْ يَقُمْ فَلَمَّا كَانَ عِنْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ سِتٍّ وَعِشْرِينَ قَامَ فَقَالَ إِنَّا قَائِمُونَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَعْنِي لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَقُومَ فَلْيَقُمْ قَالَ أَبُو ذَرٍّ فَتَجَلَّدْنَا لِلْقِيَامِ فَصَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى قُبَّتِهِ فِي الْمَسْجِدِ
Tatkala malam ke-26 ia tidak berkata apapun dan tidak mengimami kami. Tatkala malam ke-27, beliau berdiri setelah sholat ashar pada hari ke-26, kemudian beliau berdiri dan bersabda, Insya Allah kita akan berjamaah malam ini yakni pada malam ke-27, siapa yang akan mengikuti berjamaah silakan. Abuzar berkata, “Maka kami berusaha keras untuk ikut berjamaah itu". Lalu nabi saw mengimami kami sampai lewat dua pertiga malam. Kemudian beliau pergi menuju kubahnya di mesjid (karena sedang itikaf).
فَقُلْتُ لَهُ إِنْ كُنَّا لَقَدْ طَمِعْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْ تَقُومَ بِنَا حَتَّى تُصْبِحَ فَقَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ إِذَا صَلَّيْتَ مَعَ إِمَامِكَ وَانْصَرَفْتَ إِذَا انْصَرَفَ كُتِبَ لَكَ قُنُوتُ لَيْلَتِكَ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ
Saya berkata padanya, " Bagaimana jika kami sangat menginginkan engkau mengimami kami sampai subuh?" Beliau bersabda, wahai Abu Zar jika engkau sholat beserta imammu dan engkau selesai (salat) ketika imam itu selesai, telah ditetapkan (pahala) untukmu karena panjangnya salatmu pada malamku. (HR Ahmad)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ
Dari Aisyah rh ia berkata, pada suatu malam Rasulullah keluar persis di tengah malam, lalu beliau sholat di mesjid dan orang-orang pun ikut sholat pula seperti sholatnya.
فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ
Di pagi harinya orang-orang membicarakannya, maka berkumpullah orang-orang lebih banyak dari yang pertama, lalu mereka sholat dengan nabi saw. Dan pada keesokan harinya orang-orang pun membicarakannya, maka banyak orang-orang yang berdatangan pada malam ketiganya. Lalu Rasulullah saw keluar dan sholat, maka mereka pun ikut sholat bersama beliau.
فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ
Dan pada malam yang keempat mesjid tidak dapat memuat orang-orang, Rasulullah saw baru keluar untuk menunaikan sholat shubuh. Ketika sholat shubuh telah selesai, Rasulullah saw menghadap kepada orang-orang dan membaca syahadat.
ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Kemudian Rasulullah bersabda : " Amma Ba'du, sesungguhnya kedudukan kalian tidak samar lagi bagiku, akan tetapi aku merasa khawatir seandainya sholat sunnat itu di fardhukan atas kalian, karena itu lalu kalian tidak mampu melakukannya". Lalu Rasulullah saw wafat sedangkan perkara itu masih tetap berlaku.(HR Bukhari)
Jadi, bid'ah yang disebut Umar adalah dengan pertimbangan bahwa Nabi saw setelah menghentikannya pada malam keempat, ada orang-orang yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang melakukannya dengan berjamaah dengan beberapa orang saja, dan ada pula yang berjamaah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul Mukminin Umar bin Khothob Ra dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dengan satu imam, maka perbuatan yang di lakukan oleh Umar ini disebut bid'ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum itu. Tapi sebenarnya bukanlah nid'ah karena pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Karena tidak mungkin khalifah sekelas Umar menentang sabda Nabi saw, yang menyatakan setiapa bid'ah adalah dholalah dan setiap dholalah adalah kesesatan dan setiap yang kesesatan berada di dalam neraka, karena Umar adalah termasuk sshabat yang sangat menghormati Firman Allah dan Sabda Rasul-Nya.
Dengan penjelasan ini, tidak ada alasan apapun bagi ahli bid'ah untuk menyatakan perbuatan bid'ah mereka sebagai bid'ah hasanah.
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ ، أَخْبَرَنَا عِيسَى ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرَ ،
Dari Jabir ra ia berkata, Rasulullah saw mengimami kami di bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat kemudian beliau sholat witir.
فَلَمَّا كَانَتِ الْقَابِلَةُ اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ يَخْرُجَ إِلَيْنَا ، فَلَمْ نَزَلْ فِيهِ حَتَّى أَصْبَحْنَا ، ثُمَّ دَخَلْنَا ، فَقُلْنَا :
Ketika malam berikutnya kami berkumpul di masjid disertai harapan agar beliau saw keluar menemui kami, hingga datang waktu pagi, kemudian kami masuk dan berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ تُصَلِّيَ بِنَا ، فَقَالَ : إِنِّي خَشِيتُ أَوْ كَرِهْتُ أَنْ تُكْتَبَ عَلَيْكُمْ
Wahai Rasulullah kami telah berkumpul di masjid dan kami berharap engkau kembali untuk sholat bersama kami. Nabi saw bersabda, aku takut atau khawatir akan diwajibkan bagi kalian. مسند أبي يعلى- مشكول - ج 2 / ص 295
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Aisyah berkata (sholat malam) Rasulullah saw tidak pernah lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, beliau sholat empat rakaat , jangan engkau bertanya tentang baik dan lamanya. Kemudian sholat empat rakaat, jangan engkau bertanya tentang baik dan lamanya, kemudian beliau sholat tiga rakaat. Kemudian Aisyah berkata, Ya Rasulullah apakah kamu tidur setelah melakukan witir, Rasulullah saw bersabda, ya Aisyah mataku tidur tapi tidak dengan hatiku. (HR Muslim)
Jumlah Rakaat Sholat Taraweh
Taraweh 20 rakaat witir 3 rakaat
حدثني أبو نُعَيْمٍ قال حدثني أبو شيبة عن الحكم عن مِقْسِمٍ عن بن عباس قال ثم كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ
Dari Ibnu Abbas ia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw sholat pada bulan Ramadhan 20 rakaat dan berwitir dengan tiga rakaat. (مسند عبد حميد , juz 1 hal 218)
أبو شيبة ,
Nama lengkapnya adalah, إبراهيم بن عثمان جد بني أبي شيبة , ia adalah rawi yang tidak kuat وليس بالقوي
Imam Ibnu Hajar Al Asqolani berkomentar, ia adalah متروك الحديث (Haditsnya ditinggalkan)
Imam Ibnu Main berkomentar, ليس بثقة dia tidak dapat dipercaya.
Imam Bukhari berkomentar سَكَتُوا عَنْهُ , ia didiamkan ( jika Bukhari mendiamkan berarti rawi itu berada pada kedudukan yang rendah).
Imam Abu Daud berkata, ضعيف الحديث , haditsnya lemah
Imam Tirmidzi berkata, منكر الحديث haditsnya munkar.
(Lihat Tarikhul Kabir, bab alif, hal 296-297)
حدثنا حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عن حَسَنٍ عن عبد العزيز بْنِ رَفِيْعٍ قال كان أبيِّ بْنِ كَعْبٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ فِي رَمَضَانَ بِالْمَدِيْنَةِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ
Dari Abdul Aziz bin Rufai, ia berkata, Ubay bin Kaab mengimami orang-orang pada bulan Ramadhan di Madinah sebanyak dua puluh rakaat dan berwitir dengan tiga rakaat. (Musnaf Ibnu Abi Syaibah, juz 2 hal 163)
Hadits Dhoif, karena munqothi disebabkan perbedaan zaman antara Ubay bin Kaab dengan Abdul Azizi bin Rufai sekitar 100 tahun sejak masing-masing wafat.
وحدثني عن مالكٍ عن يزيدِ بْنِ رُوْمَانَ أنه قال ثم كَانَ النذَاسُ يَقُوْمُوْنَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيِنَ رَكْعَةً
Dari Yazid bin Ruman ia berkata, orang-orang pada zaman umar sholat tarawih sebanyak 23 rakaat. (Muwathoq Malik juz 1 hal 115)
يزيد بن رومان , Ia tidak sejaman dengan Umar, hadits dhoif karena mursal.
حدثنا وكيع عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد أَنَّ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَرَ رَجُلاً يُصَلِّي بِهِمْ عِشْرِيْنَ رَكَعَةً
Sesungguhnya Umar memerintahkan seorang untuk sholat (tarawih) berjamaah dengan orang-orang sebanyak dua puluh rakaat. (Musnad Ibnu Abi Syaibah juz 2 hal 163)
عن يحيى بن سعيد
Wafat tahun 143 H/ 760 M, sedangkan Umar wafat tahun 23 H/643 M, terdapat selisih 120 tahun dari kewafatan Umar. Oleh karena itu Yahya bin Said itu tidak ketemu Umar. Jadi hadits di atas Dhoif karena kemursalannya.
حدثنا وكيع عن حسن بن صالح عن عمرو بن قَيْسٍ عن ابن أبي الْحَسْنَاءِ أَنَّ عَلِيًا أَمَرَ رَجُلاً يُصَلِّي بِهِمْ فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً
Dari Abul Hasna, bahwa Ali memerintahkan seseorang untuk mengimami mereka pada bulan Ramadhan dengan dua puluh rakaat. (Musnaf ibnu Abi Syaibah juz 2 Hal 163)
ابن أَبِي الْحَسْنَاءِ , Majhul
Taraweh 11 Rakaat
أنبأ أبو أحمد المهرجاني أنبأ أبو بكر بن جعفر المزكي ثنا محمد بن إبراهيم العبدي ثنا بن بكير ثنا مالك عن محمد بن يوسف بن أخت السائب عن السائب بن يزيد أَنُّه قَالَ ثم أَمَرَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أُبَي بِنْ كَعَبْ وَتَمِيْمٍ الدَارِيَّ أَنْ يَقُوْمَا لِلْنَّاسِ بِإِحْدَي عَشْرَةَ رَكْعَةً وَكَانَ القارى يقرأ بالمئين حتى كنا نعتمد على العصي من طول القيام وما كنا ننصرف إلا في فروع الفجر هكذا في هذه الرواية
Dari Muhammad bin Yusuf saudara perempuan As Saib, ia berkata, dari As Saib bin Yazid, sesungguhnya ia berkata, Umar memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami orang-orang sholat sebelas rakaat. (Sunan Baihaqi Kubro, juz 2 hal 490 )
حدثنا أبو محمد عبد الله بن يونس قال ثنا بقي بن مخلد رحمه الله قال ثنا أبو بكر قال ثنا يحيى بن سعيد القطان عن محمد بن يوسف أن السائب أخبره أَنَّ عُمَرَ جَمَعَ النَّاسَ عَلَى أُبَيٍّ وَتَمِيْمٍ فَكَانَا يُصَلَّيَانِ إِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً يَقْرَأُنَ بِالْمَئِيْنَ يَعْنِي فِي رَمَضَانَ
Dari Muhammad bin Yusuf ia berkata, bahwasanya As Saib bin Yazid mengabarkan, bahwa Umar mengumpulkan orang-orang untuk bermakmum kepada Ubay bin Kaab dan Tamim Ad Dari sebelas rakaat. Mereka berdua memimpin sholat dengan membaca Al Miain lebih dari seratus ayat, yakni di bulan Ramadhan.(Musnad Ibnu Abi Syaibah juz 2 hal 162)
وحدثني عن مالك عن محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أَنُّهُ قَالَ ثم أَمَرَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أُبَيْ بِنْ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِي أَنْ يَقُوْمَا لْلْنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Dari Saib Bin Yazid ia berkata, Umar telah memerintahka kepada Ubay bi Kaab dan Tamin Ad Dari untuk mengimami orang sholat sebanyak 11 rakaat. (Muwathoq Malik juz 1 hal 115)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Aisyah berkata (sholat malam) Rasulullah saw tidak pernah lebih dari sebelas rakaat. (HR Muslim)
Beberapa Variasi Rakaat yang dinisbatkan kepada sahabat atau orang sesudahnya.
قال الأَعْمَشُ كَانَ عَبْدُ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدِ يُصَلِّى عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ
Al A'masy berkata, Abdullah bin Mas'ud sholat tarawih dua puluh rakaat dan witir tiga rakaat. (HR Ibnu Nash)
عَنْ قَيْسِ بْنِ دَاوُدَ قَالَ أَدْرَكْتُ النَّاسَ بِالْمَدِيْنَةِ فِي زَمَنِ عُمَرَ عَبْدُ الْعَزِيْزِ وَأَبَانِ بْنِ عُثْمَانَ يُصَلُّوْنَ سِتًا وَ ثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُوْنَ بَثَلاَثٍ
Dari Qois bin Daud, ia berkata, aku menemui orang-orang di Madinah pada zaman Umar bin Abdul Aziz dan Aban bin Abu Usman. Mereka sholat 36 rakaat dan witir dengan 3 rakaat. (HR Ibnu Abi Syaibah, di dalam Al Mushannaf, juz 2 hal 285)
فإن صَالِحًا مَوْلَى التَّوْأَمَةِ قَالَ أَدْرَكْتُ النَّاسَ يَقُوْمُوْنَ بِإِحْدَى وَأَرْبَعِيْنَ رَكْعَةً يُوْتِرُوْنَ مِنْهَا بِخَمْسٍ ولنا إن عمر رضي الله عنه لما جمع الناس على أبي بن كعب كان يصلي لهم عشرين ركعة وقد روى الحسن أن عمر جمع الناس على أبي بن كعب فكان يصلي لهم عشرين ليلة ولا يقنت بهم إلا في النصف الثاني
Shalih maula Tauamah berkata, aku mendapatkan orang-orang sedang melaksanakan salat malam dengan 41 rakaat, mereka witir dengan mengganjilkan dengan 5 rakaat. (AL Mughni juz 1 hal 456)
Sholih bin Nabhan At Taumah, adalah rawi yang pikun. (Lihat Tagribut Tahzib, juz 1 hal 242, no rawi 2970)
عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ قاَلَ كَانَ عَبْدً الرَّحْمَنِ بْنِ الأَسْوَدُ يُصَلِّي بِنَا رَمَضَانَ أَرْبَعِيْنَ رَكْعَةً وَيُوْتِرُ بِسَبْعٍ
Dari Al Hassan bin Ubaidillah, ia berkata, Abdurrahman bin Al Aswaad pernah sholat mengimami kami pada bulan Ramadhan dengan 40 rakaat dan witir 7 rakaat. (HR Ibnu Abu Syaibah, didalam Al Mushannaf juz 2 hal 285).
Sholat tarawih dengan 39, 41, 47 rakaat bukan amaliyah Nabi saw. Pada kenyataannya, hadits yang menjadi dasar amalan itu, selain mautan hadistnya bertentangan dengan hadits yang shohih tentang sebelas rakaat, dan kedudukannya pun dhoif tidak dapat diamalkan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Aisyah berkata (sholat malam) Rasulullah saw tidak pernah lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, beliau sholat empat rakaat , jangan engkau bertanya tentang baik dan lamanya. Kemudian sholat empat rakaat, jangan engkau bertanya tentang baik dan lamanya, kemudian beliau sholat tiga rakaat. Kemudian Aisyah berkata, Ya rasulullah apakah kamu tidur setelah melakukan witir, Rasulullah saw bersabda, ya Aisyah mataku tidur tapi tidak dengan hatiku. (HR Muslim)
Kesimpulan
Jumlah rakaat taraweh yang jelas shohih haditsnya itu adalah sebelas 11 rakaat, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً Rasulullah saw tidak pernah lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya.
وَقَدْ عَارَضَهُ حَدِيثُ عَائِشَة هَذَا الَّذِي فِي الصَّحِيحَيْنِ مَعَ كَوْنِهَا أَعْلَمَ بِحَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلًا مِنْ غَيْرِهَا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
Riwayat tersebut bertentangan dengan hadits Aisyah yang tersebut dalam kitab shohih Bukhari dan Muslim, ditambah lagi bahwa Aisyah lebih mengetahui keadaan Nabi saw di malam hari daripada yang lainnya. فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 295)
Sedangkan hadits yang mengatakan tentang duapuluh rakaat itu tidak ada yang dapat di amalkan karena dhoif.
BY KANG AMRULLAH


PRINGATAN MAULID NABI DI KRATON KESEPUAN
Peringatan Maulid, Keraton Kasepuhan Gelar Tradisi Panjang Jimat
www.watnyus.com
WATNYUS.COM - Keraton Kasepuhan Cirebon malam ini menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Acara ritual tahunan ini disebut dengan Panjang Jimat.
PAHAM NU TENTANG TRAWIH
Telah mufakat imam empat akan jumlah rokaat taroweh itu sbnyak 20 rokaat. Adapun hadist yg diriwayatkan dewi 'Aisyah itu yg dimaksud adalah solat witir dari naby.
Bukti nyata adalah perbuatan Gusti umar dan para sohabat melakukan begitu.
Gimana?
Mau mengikuti Gusti Umar yg lebih dekat dgn naby ato mengikuti aturan RIFZAL DARMA cs. BY KANG AMRULLAH
SIAPA SI ASWAJA DAN SIAPA SII WAHABY
Aswaja: Siapa ulama terkenal setelah abad ketiga Hijriyah dan sebelum Ibnu Taimiyah ?
Wahabi: Mereka adalah Aswaja !
Aswaja: Jika ulama abad ke-4 sampe abad ke-6 adalah Aswaja, apakah menurutmu mereka itu kafir/musyrik dan Islam mengalami fase BLANK ?
Wahabi: ???
Aswaja: trus bgm dg hadits riwayat Abu Dawud yg dishohihkan Albani :
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
"Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada awal tiap abad seseorang yg memperbaharui agamanya"
Wahabi: ???
Aswaja: Hadits itu diriwayatkan jg oleh alHakim dlm alMustadrok !
Wahabi: ???
Aswaja: jg oleh alBayhaqi !
Wahabi: ???
Aswaja: :]


SHOLAT ARBA,IN MENURUT PAHAM WAHABY


sholat sunnat arbain
12919- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ مُوسَى - قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَسَمِعْتُهُ أَنَا مِنَ الْحَكَمِ بْنِ مُوسَى - حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِى الرِّجَالِ عَنْ نُبَيْطِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِى أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ يَفُوتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ ». معتلى 1022 مجمع 4/8
Barang siapa yang sholat di masjidku empat puluh kali sholat, dengan tidak terlewatkan satu kali pun dari sholat itu, niscaya Allah tetapkan baginya kebebasan dari neraka dan selamat dari azab dan terbebas dari kenifakan.
مسند أحمد - (ج 26 / ص 452)


Imam Al Bani mengatakan :
السلسلة الضعيفة - (ج 1 / ص 441)
قلت : و هذا سند ضعيف ، نبيط هذا لا يُعْرَفُ في هذا الحديث
Hadits ini sanadnya dhoif, adapun yang menjadi sebab kedhoifannya adalah, karena pada hadits ini terdapat rawi yang bernama Nubait yang tidak dikenal melainkan hanya pada riwayat hadits ini.
السلسلة الضعيفة - (ج 1 / ص 441)


في " الثقات " ( 5 / 483 ) على قَاعِدَتِهِ فِي تَوْثِيْقِ الْمَجْهُوْلِيْنَ ، و هو عُمْدَةُ الْهَيْثَمِي
Ibnu Hiban menerangkan, bahwa Nubait adalah orang yang dapat dipercaya, demikian itu hanyalah berdasarkan kaidahnya sendiri dalam menguatkan rawi-rawi yang majhul (tidak di kenal oleh ahli-ahli hadits). Ini pulalah yang menjadi pegangan Al Haisami.
السلسلة الضعيفة - (ج 1 / ص 441)
و أما قَوْلُ الْمُنْذِرِي في " الترغيب " ( 2 / 136 ) :
رواه أحمدُ و رُوَاتُه رَوَاةُ الصَّحِيحِ ، و الطبراني في " الأوسط " .
فَوَهْمٌ وَاضِحٌ لأن نبيطا هذا ليس من رُوَاةِ الصَّحِيْحِ ، بل و لا روى له أَحَدٌ مِن بِقِيَّةِ
السِّتَّةِ الا احمد !
Menurut Al Munziri di dalam kitabnya, At Targhib wa Tarhib juz 2 hal 136, hadits yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad dan At Thobari rawi-rawinya adalah shohih. Keterangan Al Munziri ini diragukan karena rawi yang bernama Nubait itu bukanlah rawi yang shohih, bahkan tidak ada seorang pun penyusun kutubus sittah yang meriwayatkannya selain Imam Ahmad.
عبد الرحمن بن أبي الرجال
Imam Abu Hatim dan selainnya mengatakan, haditsnya lemah.
وقال أبو حاتم وغيره إنه لين الحديث
Ibnu Hajar mengatakan
تقريب التهذيب - (ج 1 / ص 568)
صدوق ربما أَخْطَأَ
Ia seorang rawi yang jujur namun sering berbuat salah.
سنن أبى داود - (ج 12 / ص 423)
4299 - حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِىُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ حَدَّثَنِى أَبُو عَبْدِ السَّلاَمِ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».
معانى بعض الكلمات :
الغثاء : ما يحمله السيل من زبد ووسخ


SYEIKH AHMAD ZAINI DAHLAN , MUFTI MAKKAH FATWA GERAKAN WAHABI SESAT


SYEIKH AHMAD ZAINI DAHLAN , MUFTI MAKKAH FATWA GERAKAN WAHABI SESAT






Permulaan munculnya Muhammad ibn Abdul Wahhab ini ialah di wilayah timur sekitar tahun 1143 H. Gerakannya yang dikenal dengan nama Wahhabiyyah mulai tersebar di wilayah Nejd dan daerah-daerah sekitarnya. Muhammad ibn Abdul Wahhab meninggal pada tahun 1206 H. Ia banyak menyerukan berbagai ajaran yang ia anggap sebagai berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah. Ajarannya tersebut banyak ia ambil atau tepatnya ia hidupkan kembali dari faham-faham Ibn Taimiyah yang sebelumnya telah padam, di antaranya; mengharamkan tawassul dengan Rasulullah, mengharamkan perjalanan untuk ziarah ke makam Rasulullah atau makam lainnya dari para Nabi dan orang-orang saleh untuk tujuan berdoa di sana dengan harapan dikabulkan oleh Allah, mengkafirkan orang yang memanggil dengan “Ya Rasulallah…!”, atau “Ya Muhammad…!”, atau seumpama “Ya Abdul Qadir…! Tolonglah aku…!” kecuali, menurut mereka, bagi yang hidup dan yang ada di hadapan saja, mengatakan bahwa talak terhadap isteri tidak jatuh jika dibatalkan. Menurutnya talak semacam itu hanya digugurkan dengan membayar kaffarah saja, seperti orang yang bersumpah dengan nama Allah, namun ia menyalahinya


Selain menghidupkan kembali faham-faham Ibn Timiyyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab juga membuat faham baru, di antaranya; mengharamkan mengenakan hirz (semacam jimat) walaupun di dalamnya hanya terkandung ayat-ayat al-Qur’an atau nama-nama Allah, mengharamkan bacaan keras dalam shalawat kepada Rasulullah setelah mengumandangkan adzan. Kemudian para pengikutnya, yang kenal dengan kaum Wahhabiyyah, mengharamkan perayaan maulid nabi Muhammad. Hal ini berbeda dengan Imam mereka; yaitu Ibn Taimiyah, yang telah membolehkannya.






Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekah pada masanya di sekitar masa akhir kesultanan Utsmaniyyah, dalam kitab Târikh yang beliau tulis menyebutkan sebagai berikut:






“Pasal; Fitnah kaum Wahhabiyyah. Dia -Muhammad ibn Abdul Wahhab- pada permulaannya adalah seorang penunut ilmu di wilayah Madinah. Ayahnya adalah salah seorang ahli ilmu, demikian pula saudaranya; Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab. Ayahnya, yaitu Syekh Abdul Wahhab dan saudaranya Syekh Sulaiman, serta banyak dari guru-gurunya mempunyai firasat bahwa Muhammad ibn Abdul Wahhab ini akan membawa kesesatan. Hal ini karena mereka melihat dari banyak perkataan dan prilaku serta penyelewengan-penyelewengan Muhammad ibn Abdul Wahhab itu sendiri dalam banyak permasalahan agama. Mereka semua mengingatkan banyak orang untuk mewaspadainya dan menghindarinya. Di kemudian hari ternyata Allah menentukan apa yang telah menjadi firasat mereka pada diri Muhammad ibn Abdul Wahhab. Ia telah banyak membawa ajaran sesat hingga menyesatkan orang-orang yang bodoh. Ajaran-ajarannya tersebut banyak yang berseberangan dengan para ulama agama ini. bahkan dengan ajarannya itu ia telah mengkafirkan orang-orang Islam sendiri. Ia mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah, tawassul dengannya, atau tawassul dengan para nabi lainnya atau para wali Allah dan orang-orang, serta menziarahi kubur mereka untuk tujuan mencari berkah adalah perbuatan syirik. Menurutnya bahwa memanggil nama Nabi ketika bertawassul adalah perbuatan syirik. Demikian pula memanggil nabi-nabi lainnya, atau memanggil para wali Allah dan orang-orang saleh untuk tujuan tawassul dengan mereka adalah perbuatan syirik. Ia juga meyakini bahwa menyandarkan sesuatu kepada selain Allah, walaupun dengan cara majâzi (metapor) adalah pekerjaan syirik, seperti bila seseorang berkata: “Obat ini memberikan manfa’at kepadaku” atau “Wali Allah si fulan memberikan manfaat apa bila bertawassul dengannya”. Dalam menyebarkan ajarannya ini, Muhammad ibn Abdil Wahhab mengambil beberapa dalil yang sama sekali tidak menguatkannya. Ia banyak memoles ungkapan-ungkapan seruannya dengan kata-kata yang menggiurkan dan muslihat hingga banyak diikuti oleh orang-orang awam. Dalam hal ini Muhammad ibn Abdil Wahhab telah menulis beberapa risalah untuk mengelabui orang-orang awam, hingga banyak dari orang-orang awam tersebut yang kemudian mengkafirkan orang-orang Islam dari para ahli tauhid” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 66).






Dalam kitab tersebut kemudian Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:






“Banyak sekali dari guru-guru Muhammad ibn Abdil Wahhab ketika di Madinah mengatakan bahwa dia akan menjadi orang yang sesat, dan akan banyak orang yang akan sesat karenanya. Mereka adalah orang-orang yang di hinakan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Dan kemudian apa yang dikhawatirkan oleh guru-gurunya tersebut menjadi kenyataan. Muhammad ibn Abdil Wahhab sendiri mengaku bahwa ajaran yang ia serukannya ini adalah sebagai pemurnian tauhid dan untuk membebaskan dari syirik. Dalam keyakinannya bahwa sudah sekitar enam ratus tahun ke belakang dari masanya seluruh manusia ini telah jatuh dalam syirik dan kufur. Ia mengaku bahwa dirinya datang untuk memperbaharui agama mereka. Ayat-ayat al-Qur’an yang turun tentang orang-orang musyrik ia berlakukan bagi orang-orang Islam ahli tauhid. Seperti firman Allah: “Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang berdoa kepada selain Allah; ia meminta kepada yang tidak akan pernah mengabulkan baginya hingga hari kiamat, dan mereka yang dipinta itu lalai terhadap orang-orang yang memintanya” (QS. al-Ahqaf: 5), dan firman-Nya: “Dan janganlah engkau berdoa kepada selain Allah terhadap apa yang tidak memberikan manfa’at bagimu dan yang tidak memberikan bahaya bagimu, jika bila engkau melakukan itu maka engkau termasuk orang-orang yang zhalim” (QS. Yunus: 106), juga firman-Nya: ”Dan mereka yang berdoa kepada selain Allah sama sekali tidak mengabulkan suatu apapun bagi mereka” (QS. al-Ra’ad: 1), serta berbagai ayat lainnya. Muhammad ibn Abdil Wahhab mengatakan bahwa siapa yang meminta pertolongan kepada Rasulullah atau para nabi lainnya, atau kepada para wali Allah dan orang-orang saleh, atau memanggil mereka, atau juga meminta syafa’at kepada mereka maka yang melakukan itu semua sama dengan orang-orang musyrik, dan menurutnya masuk dalam pengertian ayat-ayat di atas. Ia juga mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah atau para nabi lainnya, atau para wali Allah dan orang-orang saleh untuk tujuan mencari berkah maka sama dengan orang-orang musyrik di atas. Dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan orang-orang musyrik saat mereka menyembah berhala: “Tidaklah kami menyembah mereka -berhala-berhala- kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah” (QS. al-Zumar: 3), menurut Muhammad ibn Abdil Wahhab bahwa orang-orang yang melakukan tawassul sama saja dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala yang mengatakan tidaklah kami menyembah berhala-berhala tersebut kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 67).






Pada halaman selanjutnya Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:






“Al-Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah ibn Umar dari Rasulullah dalam menggambarkan sifat-sifat orang Khawarij bahwa mereka mengutip ayat-ayat yang turun tentang orang-orang kafir dan memberlakukannya bagi orang-orang mukmin. Dalam Hadits lain dari riwayat Abdullah ibn Umar pula bahwa Rasulullah telah bersabda: “Hal yang paling aku takutkan di antara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah seseorang yang membuat-buat takwil al-Qur’an, ia meletakan -ayat-ayat al-Qur’an tersebut- bukan pada tempatnya”. Dua riwayat Hadits ini benar-benar telah terjadi pada kelompok Wahhabiyyah ini” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 68).










Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan masih dalam buku tersebut menuliskan pula:






“Di antara yang telah menulis karya bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab adalah salah seorang guru terkemukanya sendiri, yaitu Syekh Muhammad ibn Sulaiman al-Kurdi, penulis kitab Hâsyiah Syarh Ibn Hajar Alâ Matn Bâ Fadlal. Di antara tulisan dalam karyanya tersebut Syekh Sulaiman mengatakan: Wahai Ibn Abdil Wahhab, saya menasehatimu untuk menghentikan cacianmu terhadap orang-orag Islam” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 69).






Masih dalam kitab yang sama Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga menuliskan:






“Mereka (kaum Wahhabiyyah) malarang membacakan shalawat atas Rasulullah setelah dikumandangkan adzan di atas menara-menara. Bahkan disebutkan ada seorang yang saleh yang tidak memiliki penglihatan, beliau seorang pengumandang adzan. Suatu ketika setelah mengumandangkan adzan ia membacakan shalawat atas Rasulullah, ini setelah adanya larangan dari kaum Wahhabiyyah untuk itu. Orang saleh buta ini kemudian mereka bawa ke hadapan Muhammad ibn Abdil Wahhab, selanjutnya ia memerintahkan untuk dibunuh. Jika saya ungkapkan bagimu seluruh apa yang diperbuat oleh kaum Wahhabiyyah ini maka banyak jilid dan kertas dibutuhkan untuk itu, namun setidaknya sekedar inipun cukup” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 77).






Di antara bukti kebenaran apa yang telah ditulis oleh Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam pengkafiran kaum Wahhabiyyah terhadap orang yang membacakan shalawat atas Rasulullah setelah dikumandangkan adzan adalah peristiwa yang terjadi di Damaskus Siria (Syam). Suatu ketika pengumandang adzan masjid Jami’ al-Daqqaq membacakan shalawat atas Rasulullah setelah adzan, sebagaimana kebiasaan di wilayah itu, ia berkata: “as-Shalât Wa as-Salâm ‘Alayka Ya Rasûlallâh…!”, dengan nada yang keras. Tiba-tiba seorang Wahhabi yang sedang berada di pelataran masjid berteriak dengan keras: “Itu perbuatan haram, itu sama saja dengan orang yang mengawini ibunya sendiri…”. Kemudian terjadi pertengkaran antara beberapa orang Wahhabi dengan orang-orang Ahlussunnah, hingga orang Wahhabi tersebut dipukuli. Akhirnya perkara ini dibawa ke mufti Damaskus saat itu, yaitu Syekh Abu al-Yusr Abidin. Kemudian mufti Damaskus ini memanggil pimpinan kaum Wahhabiyyah, yaitu Nashiruddin al-Albani, dan membuat perjanjian dengannya untuk tidak menyebarkan ajaran Wahhabi. Syekh Abu al-Yusr mengancamnya bahwa jika ia terus mengajarkan ajaran Wahhabi maka ia akan dideportasi dari Siria.






Kemudian Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:






“Muhammad ibn Abdil Wahhab, perintis berbagai gerakan bid’ah ini, sering menyampaikan khutbah jum’at di masjid ad-Dar’iyyah. Dalam seluruh khutbahnya ia selalu mengatakan bahwa siapapun yang bertawassul dengan Rasulullah maka ia telah menjadi kafir. Sementara itu saudaranya sendiri, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab adalah seorang ahli ilmu. Dalam berbagai kesempatan, saudaranya ini selalu mengingkari Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam apa yang dia lakukan, ucapakan dan segala apa yang ia perintahkan. Sedikitpun, Syekh Sulaiman ini tidak pernah mengikuti berbagai bid’ah yang diserukan olehnya. Suatu hari Syekh Sulaiman berkata kepadanya: “Wahai Muhammad Berapakah rukun Islam?” Muhammad ibn Abdul Wahhab menjawab: “Lima”. Syekh Sulaiman berkata: “Engkau telah menjadikannya enam, dengan menambahkan bahwa orang yang tidak mau mengikutimu engkau anggap bukan seorang muslim”.






Suatu hari ada seseorang berkata kepada Muhammad ibn Abdul Wahhab: “Berapa banyak orang yang Allah merdekakan (dari neraka) di setiap malam Ramadlan? Ia menjawab: “Setiap malam Ramadlan Allah memerdekakan seratus ribu orang, dan di akhir malam Allah memerdekakan sejumlah orang yang dimerdekakan dalam sebulan penuh”. Tiba-tiba orang tersebut berkata: “Seluruh orang yang mengikutimu jumlah mereka tidak sampai sepersepuluh dari sepersepuluh jumlah yang telah engkau sebutkan, lantas siapakah orang-orang Islam yang dimerdekakan Allah tersebut?! Padahal menurutmu orang-orang Islam itu hanyalah mereka yang mengikutimu”. Muhammad ibn Abdul Wahhab terdiam tidak memiliki jawaban.






Ketika perselisihan antara Muhammad ibn Abdul Wahhab dengan saudaranya; Syekh Sulaiman semakin memanas, saudaranya ini akhirnya khawatir terhadap dirinya sendiri. Karena bisa saja Muhammad ibn Abdul Wahhab sewaktu-waktu menyuruh seseorang untuk membunuhnya. Akhirnya ia hijrah ke Madinah, kemudian menulis karya sebagai bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab yang kemudian ia kirimkan kepadanya. Namun, Muhammad ibn Abdul Wahhab tetap tidak bergeming dalam pendirian sesatnya. Demikian pula banyak para ulama madzhab Hanbali yang telah menulis berbagai risalah bantahan terhadap Muhammad ibn Abdul Wahhab yang mereka kirimkan kepadanya. Namun tetap Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak berubah sedikitpun.






Suatu ketika, salah seorang kepala sautu kabilah yang cukup memiliki kekuatan hingga hingga Muhammad ibn Abdul Wahhab tidak dapat menguasainya berkata kepadanya: ”Bagaimana sikapmu jika ada seorang yang engkau kenal sebagai orang yang jujur, amanah, dan memiliki ilmu agama berkata kepadamu bahwa di belakang suatu gunung terdapat banyak orang yang hendak menyerbu dan membunuhmu, lalu engkau kirimkan seribu pasukan berkuda untuk medaki gunung itu dan melihat orang-orang yang hendak membunuhmu tersebut, tapi ternyata mereka tidak mendapati satu orangpun di balik gunung tersebut, apakah engkau akan membenarkan perkataan yang seribu orang tersebut atau satu orang tadi yang engkau anggap jujur?” Muhammad ibn Abdul Wahhab menjawab: ”Saya akan membenarkan yang seribu orang”. Kemudian kepada kabilah tersebut berkata: ”Sesungguhnya para ulama Islam, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dalam karya-karya mereka telah mendustakan ajaran yang engkau bawa, mereka mengungkapkan bahwa ajaran yang engkau bawa adalah sesat, karena itu kami mengikuti para ulama yang banyak tersebut dalam menyesatkan kamu”. Saat itu Muhammad ibn Abdil Wahhab sama sekali tidak berkata-kata.






Terjadi pula peristiwa, suatu saat seseorang berkata kepada Muhammad ibn Abdul Wahhab: ”Ajaran agama yang engkau bawa ini apakah ini bersambung (hingga Rasulullah) atau terputus?”. Muhammad ibn Abdul Wahhab menjawab: ”Seluruh guru-guruku, bahkan guru-guru mereka hingga enam ratus tahun lalu, semua mereka adalah orang-orang musyrik”. Orang tadi kemudian berkata: ”Jika demikian ajaran yang engkau bawa ini terputus! Lantas dari manakah engkau mendapatkannya?” Ia menjawab: ”Apa yang aku serukan ini adalah wahyu ilham seperti Nabi Khadlir”. Kemudian orang tersebut berkata: ”Jika demikian berarti tidak hanya kamu yang dapat wahyu ilham, setiap orang bisa mengaku bahwa dirinya telah mendapatkan wahyu ilham. Sesungguhnya melakukan tawassul itu adalah perkara yang telah disepakati di kalangan Ahlussunnah, bahkan dalam hal ini Ibn Taimiyah memiliki dua pendapat, ia sama sekali tidak mengatakan bahwa orang yang melakukan tawassul telah menjadi kafir” (ad-Durar as-Saniyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah, h. 42-43).






Yang dimaksud oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab bahwa orang-orang terdahulu dalam keadaan syirik hingga enam ratus tahun ke belakang dari masanya ialah hingga tahun masa hidup Ibn Taimiyah, yaitu hingga sekitar abad tujuh dan delapan hijriyah ke belakang. Menurut Muhammad ibn Abdul Wahhab dalam rentang masa antara hidup Ibn Taimiyah, yaitu di abad tujuh dan delapan hijriyah dengan masa hidupnya sendiri yaitu pada abad dua belas hijriyah, semua orang di dalam masa tersebut adalah orang-orang musyrik. Ia memandang dirinya sendiri sebagai orang yang datang untuk memperbaharui tauhid. Dan ia menganggap bahwa hanya Ibn Taimiyah yang selaras dengan jalan dakwah dirinya. Menurutnya, Ibn Taimiyah di masanya adalah satu-satunya orang yang menyeru kepada Islam dan tauhid di mana saat itu Islam dan tauhid tersebut telah punah. Lalu ia mengangap bahwa hingga datang abad dua belas hijriyah, hanya dirinya seorang saja yang melanjutkan dakwah Ibn Taimiyah tersebut. Klaim Muhammad ibn Abdul Wahhab ini sungguh sangat sangat aneh, bagaimana ia dengan sangat berani mengakafirkan mayoritas umat Islam Ahlussunnah yang jumlahnya ratusan juta, sementara ia menganggap bahwa hanya pengikutnya sendiri yang benar-benar dalam Islam?! Padahal jumalah mereka di masanya hanya sekitar seratus ribu orang. Kemudian di Najd sendiri, yang merupakan basis gerakannya saat itu, mayoritas penduduk wilayah tersebut di masa hidup Muhammad ibn Abdul Wahhab tidak mengikuti ajaran dan faham-fahamnya. Hanya saja memang saat itu banyak orang di wilayah tersebut takut terhadap dirinya, oleh karena prilakunya yang tanpa segan membunuh orang-orang yang tidak mau mengikuti ajakannya.






Prilaku jahat Muhammad ibn Abdul Wahhab ini sebagaimana diungkapkan oleh al-Amir ash-Shan’ani, penulis kitab Subul as-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm. Pada awalnya, ash-Shan’ani memuji-muji dakwah Muhammad ibn Abdul Wahhab, namun setelah ia mengetahui hakekat siapa Muhammad ibn Abdul Wahhab, ia kemudian berbalik mengingkarinya. Sebelum mengetahui siapa hakekat Muhammad ibn Abdil Wahhab, ash-Shan’ani memujinya dengan menuliskan beberapa sya’ir, yang pada awal bait sya’ir-sya’ir tersebut ia mengatakan:


سَلاَمٌ عَلَى نَجْدٍ وَمَنْ حَلّ فِي نَجْدِ وَإنْ كَانَ تَسْلِيْمِيْ عَلَى البُعْدِ لاَ يجْدِي






“Salam tercurah atas kota Najd dan atas orang-orang yang berada di dalamnya, walaupun salamku dari kejauhan tidak mencukupi”.






Bait-bait sya’ir tulisan ash-Shan’ani ini disebutkan dalam kumpulan sya’ir-sya’ir (Dîwân) karya ash-Shan’ani sendiri, dan telah diterbitkan. Secara keseluruhan, bait-bait syair tersebut juga dikutip oleh as-Syaukani dalam karyanya berjudul al-Badr at-Thâli’, juga dikutip oleh Shiddiq Hasan Khan dalam karyanya berjudul at-Tâj al-Mukallal, yang oleh karena itu Muhammad ibn Abdul Wahhab mendapatkan tempat di hati orang-orang yang tidak mengetahui hakekatnya. Padahal al-Amir ash-Shan’ani setelah mengetahui bahwa prilaku Muhammad ibn Abdul Wahhab selalu membunuh orang-orang yang tidak sepaham dengannya, merampas harta benda orang lain, mengkafirkan mayoritas umat Islam, maka ia kemudian meralat segala pujian terhadapnya yang telah ia tulis dalam bait-bait syairnya terdahulu, yang lalu kemudian balik mengingkarinya. Ash-Shan’ani kemudian membuat bait-bait sya’ir baru untuk mengingkiari apa yang telah ditulisnya terdahulu, di antaranya sebagai berikut:






رَجَعْتُ عَن القَول الّذيْ قُلتُ فِي النّجدِي فقَدْ صحَّ لِي عنهُ خلاَفُ الّذِي عندِي






ظنَنْتُ بهِ خَيْرًا فَقُـلْتُ عَـسَى عَـسَى نَجِدْ نَاصِحًا يَهْدي العبَادَ وَيستهْدِي






لقَد خَـابَ فيْه الظنُّ لاَ خَاب نصـحُنا ومَـا كلّ ظَـنٍّ للحَقَائِق لِي يهدِي






وقَـدْ جـاءَنا من أرضِـه الشيخ مِرْبَدُ فحَقّق مِنْ أحـوَاله كلّ مَا يبـدِي






وقَـد جَـاءَ مِـن تأليــفِهِ برَسَـائل يُكَـفّر أهْلَ الأرْض فيْهَا عَلَى عَمدِ






ولـفق فِـي تَكْـفِيرِهمْ كل حُــجّةٍ تَرَاهـا كبَيتِ العنْكَبوتِ لدَى النّقدِ






“Aku ralat ucapanku yang telah aku ucapkan tentang seorang yang berasal dari Najd, sekarang aku telah mengetahui kebenaran yang berbeda dengan sebelumnya”.






“Dahulu aku berbaik sangka baginya, dahulu aku berkata: Semoga kita mendapati dirinya sebagi seorang pemberi nasehat dan pemeberi petunjuk bagi orang banyak”






“Ternyata prasangka baik kita tentangnya adalah kehampaan belaka. Namun demikian bukan berarti nasehat kita juga merupakan kesia-siaan, karena sesungguhnya setiap prasangka itu didasarkan kepada ketaidaktahuan akan hakekat-hakekat”.






“Telah datang kepada kami “Syekh” ini dari tanah asalnya. Dan telah menjadi jelas bagi kami dengan sejelas-jelasnya tentang segala hakekat keadaannya dalam apa yang ia tampakkan”.






“Telah datang dalam beberapa tulisan risalah yang telah ia tuliskan, dengan sengaja di dalamnya ia mengkafirkan seluruh orang Islam penduduk bumi, -selain pengikutnya sendiri-”.






“Seluruh dalil yang mereka jadikan landasan dalam mengkafirkan seluruh orang Islam penduduk bumi tersebut jika dibantah maka landasan mereka tersebut laksana sarang laba-laba yang tidak memiliki kekuatan”.






Selain bait-bait sya’ir di atas terdapat lanjutannya yang cukup panjang, dan ash-Shan’ani sendiri telah menuliskan penjelasan (syarh) bagi bait-bait syair tersebut. Itu semua ditulis oleh ash-Shan’ani hanya untuk membuka hekekat Muhammad ibn Abdil Wahhab sekaligus membantah berbagai sikap ekstrim dan ajaran-ajarannya. Kitab karya al-Amir ash-Shan’ani ini beliau namakan dengan judul “Irsyâd Dzawî al-Albâb Ilâ Haqîqat Aqwâl Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb”.


Saudara kandung Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah kita sebutkan di atas, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab, juga telah menuliskan karya bantahan kepadanya. Beliau namakan karyanya tersebut dengan judul ash-Shawâ-iq al-Ilâhiyyah Fî al-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah, dan buku ini telah dicetak. Kemudian terdapat karya lainnya dari Syekh Suliman, yang juga merupakan bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab dan para pengikutnya, berjudul “Fashl al-Khithâb Fî ar-Radd ‘Alâ Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb”.






Kemudian pula salah seorang mufti madzhab Hanbali di Mekah pada masanya, yaitu Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi al-Hanbali, wafat tahun 1295 hijriyah, telah menulis sebuah karya berjudul “as-Suhub al-Wâbilah ‘Alâ Dlarâ-ih al-Hanâbilah”. Kitab ini berisi penyebutan biografi ringkas setiap tokoh terkemuka di kalangan madzhab Hanbali. Tidak sedikitpun nama Muhammad ibn Abdil Wahhab disebutkan dalam kitab tersebut sebagai orang yang berada di jajaran tokoh-tokoh madzhab Hanbali tersebut. Sebaliknya, nama Muhammad ibn Abdil Wahhab ditulis dengan sangat buruk, namanya disinggung dalam penyebutan nama ayahnya; yaitu Syekh Abdul Wahhab ibn Sulaiman.






Dalam penulisan biografi ayahnya ini Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi mengatakan sebagai berikut:






“Dia (Abdul Wahhab ibn Sulaiman) adalah ayah kandung dari Muhammad yang ajaran sesatnya telah menyebar ke berbagai belahan bumi. Antara ayah dan anak ini memiliki perbedaan faham yang sangat jauh, dan Muhammad ini baru menampakan secara terang-terangan terhadap segala faham dan ajaran-ajarannya setelah kematian ayahnya. Aku telah diberitahukan langsung oleh beberapa orang dari sebagian ulama dari beberapa orag yang hidup semasa dengan Syekh Abdul Wahhab, bahwa ia sangat murka kepada anaknya; Muhammad. Karena Muhammad ini tidak mau mempelajari ilmu fiqih (dan ilmu-ilmu agama lainnya) seperti orang-orang pendahulunya. Ayahnya ini juga mempunyai firasat bahwa pada diri Muhammad akan terjadi kesesatan yang sanat besar. Kepada banyak orang Syekh Abdul Wahhab selalu mengingatkan: ”Kalian akan melihat dari Muhammad ini suatu kejahatan...”. Dan ternyata memang Allah telah mentaqdirkan apa yang telah menjadi firasat Syekh Abdul Wahhab ini.






Demikian pula dengan saudara kandungnya, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab, ia sangat mengingkari sepak terjang Muhammad. Ia banyak membantah saudaranya tersebut dengan berbagai dalil dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits, karena Muhammad tidak mau menerima apapun kecuali hanya al-Qur’an dan Hadits saja. Muhammad sama sekali tidak menghiraukan apapun yang dinyatakan oleh para ulama, baik ulama terdahulu atau yang semasa dengannya. Yang ia terima hanya perkataan Ibn Taimiyah dan muridnya; Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah. Apapun yang dinyatakan oleh dua orang ini, ia pandang laksana teks yang tidak dapat diganggu gugat. Kepada banyak orang ia selalu mempropagandakan pendapat-pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim, sekalipun terkadang dengan pemahaman yang sama sekali tidak dimaksud oleh keduanya. Syekh Sulaiman menamakan karya bantahan kepadanya dengan judul Fashl al-Khithâb Fî ar-Radd ‘Alâ Muhammad Ibn ’Abd al-Wahhâb.






Syekh Sulaiman ini telah diselamatkan oleh Allah dari segala kejahatan dan marabahaya yang ditimbulkan oleh Muhammad, yang padahal hal tersebut sangat menghkawatirkan siapapun. Karena Muhammad ini, apa bila ia ditentang oleh seseorang dan ia tidak kuasa untuk membunuh orang tersebut dengan tangannya sendiri maka ia akan mengirimkan orangnya untuk membunuh orang itu ditempat tidurnya, atau membunuhnya dengan cara membokongnya di tempat-tempat keramaian di malam hari, seperti di pasar. Ini karena Muhammad memandang bahwa siapapun yang menentangnya maka orang tersebut telah menjadi kafir dan halal darahnya.






Disebutkan bahwa di suatu wilayah terdapat seorang gila yang memiliki kebiasaan membunuh siapapun yang ada di hadapannya. Kemudian Muhammad memerintahkan orang-orangnya untuk memasukkan orang gila tersebut dengan pedang ditangannya ke masjid di saat Syekh Sulaiman sedang sendiri di sana. Ketika orang gila itu dimasukan, Syekh Sulaiman hanya melihat kepadanya, dan tiba-tiba orang gila tersebut sangat ketakutan darinya. Kemudian orang gila tersebut langsung melemparkankan pedangnya, sambil berkata: ”Wahai Sulaiman janganlah engkau takut, sesungguhnya engkau adalah termasuk orang-orang yang aman”. Orang gila itu mengulang-ulang kata-katanya tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini jelas merupakan karamah” (as-Suhub al-Wâbilah Ala Dlara-ih al-Hanbilah, h. 275).






Dalam tulisan Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi di atas disebutkan bahwa Syekh Abdul Wahhab sangat murka sekali kepada anaknya; Muhammad, karena tidak mau mempelajari ilmu fiqih, ini artinya bahwa dia sama sekali bukan seorang ahli fiqih dan bukan seorang ahli Hadits. Adapun yang membuat dia sangat terkenal tidak lain adalah karena ajarannya yang sangat ekstrim dan nyeleneh. Sementara para pengikutnya yang sangat mencintainya, hingga mereka menggelarinya dengan Syekh al-Islâm atau Mujaddid, adalah klaim laksana panggang yang sangat jauh dari api. Para pengikutnya yang lalai dan terlena tersebut hendaklah mengetahui dan menyadari bahwa tidak ada seorangpun dari sejarawan terkemuka di abad dua belas hijriyah yang mengungkap biografi Muhammad ibn Abdil Wahhab dengan menyebutkan bahwa dia adalah seorang ahli fiqih atau seorang ahli Hadits.


Syekh Ibn Abidin al-Hanafi dalam karyanya; Hâsyiyah Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr menuslikan sebagai berikut:






“Penjelasan; Prihal para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab sebagai kaum Khawarij di zaman kita ini. Pernyataan pengarang kitab (yang saya jelaskan ini) tentang kaum Khawarij: “Wa Yukaffirûn Ash-hâba Nabiyyina…”, bahwa mereka adalah kaum yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah, artinya kaum Khawarij tersebut bukan hanya mengkafirkan para sahabat saja, tetapi kaum Khawarij adalah siapapun mereka yang keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib dan memberontak kepadanya. Kemudian dalam keyakinan kaum Khawajij tersebut bahwa yang memerangi Ali ibn Abi Thalib, yaitu Mu’awiyah dan pengikutnya, adalah juga orang-orang kafir. Kelompok Khawarij ini seperti yang terjadi di zaman kita sekarang, yaitu para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah memerangi dan menguasai al-Haramain; Mekkah dan Madinah. Mereka memakai kedok madzhab Hanbali. Mereka meyakini bahwa hanya diri mereka yang beragama Islam, sementara siapapun yang menyalahi mereka adalah orang-orang musyrik. Lalu untuk menegakan keyakinan ini






mereka mengahalalkan membunuh orang-orang Ahlussunnah. Oleh karenanya banyak di antara ulama Ahlussunnah yang telah mereka bunuh. Hingga kemudian Allah menghancurkan kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus tiga puluh tiga hijriyah (th 1233 H)” (Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr, j. 4, h. 262; Kitab tentang kaum pemberontak.).






Salah seorang ahli tafsir terkemuka; Syekh Ahmad ash-Shawi al-Maliki dalam ta’lîq-nya terhadap Tafsîr al-Jalâlain menuliskan sebagai berikut:






“Menurut satu pendapat bahwa ayat ini turun tentang kaum Khawarij, karena mereka adakah kaum yang banyak merusak takwil ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits Rasulullah. Mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-harta mereka. Dan kelompok semacam itu pada masa sekarang ini telah ada. Mereka itu adalah kelompok yang berada di negeri Hijaz; bernama kelompok Wahhabiyyah. Mereka mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang yang benar dan terkemuka, padahal mereka adalah para pendusta. Mereka telah dikuasai oleh setan hingga mereka lalai dari mengenal Allah. Mereka adalah golongan setan, dan sesungguhnya golongan setan adalah orang-orang yang merugi. Kita berdo’a kepada Allah, semoga Allah menghancurkan mereka” (Mir-ât an-Najdiyyah, h. 86).by KANG AMRULLAH

dono ekting